Jumat, 05 Juni 2015

Diantara Pepohonan Part 2


Lebih mudah untuk tak membicarakannya. Polisi mengajukan banyak pertanyaan, tapi kami tak pernah menambahkan apa yang telah terjadi di dalam hutan. Kami semua memutuskan untuk menjauhi tempat itu, kecuali Elizabeth. Dia terus terusan membicarakannya. Dia menjadi terobsesi. Dia memohon pada kami untuk kembali lagi. Dia bilang marnie memanggilnya. Dia berkata bahwa dia bisa merasakan tempat itu memanggilnya. Itu membuatku ngeri karena aku juga merasakannya. Terbangun setiap malam merasa jantungku akan meledak jika aku tak kembali ke tempat itu sekali lagi. Kelihatanya perasaan itu berpengaruh lebih besar pada Elizabeth. Dia telah dekat dengan Marnie saat itu terjadi. Mungkin mereka telah merasakan kehadirannya.

Jadi kami semua tiba di sana, di pinggiran hutan, di tempat yang sama saat Marnie pergi meninggalkan kami. Yang lain mencoba mempertanyakan kehendak Elizabeth, tapi dia tidak perduli. Sembari kulihat Elizabeth menghilang ke dalam hutan, aku membisikan salam perpisahan akhir. Kami menunggu lagi. Aku tak tahu mengapa. Ketika Marnie pergi ke sana masih ada rasa yakin bahwa dia akan kembali tapi kali ini aku pikir kami tak ingin dia kembali. Berapa lama kami menunggu? Selama yang memungkinkan.

Kami hampir tak percaya saat Elizabeth muncul dari dalam hutan. Dia berjalan keluar seperti tak terjadi apapun. Dia penuh luka cakar dan awut awutan, aku bahkan tak tahu apakah itu masih dia. Dia berjalan ke arah kami, lalu berdiri di sana menatap kami satu persatu sambil tersenyum kecil pengharapan di wajahnya. Di tanganya tergenggam sebuah batu berat yang tajam.
"lihat ini." katanya, dan di hantamkanya batu itu ke mata kirinya. Darah mengalir menuruni wajahnya, dia memekik aneh, semacam gabungan mengerikan dari tawa, tangisan dan teriakan. Kami lari. Kami meninggalkan dia disana masih berteriak dan tertawa tawa. Raungan kerasnya adalah hal terakhir yang aku dengar dari Elizabeth. Kerusakan akibat luka di matanya tak bisa diperbaiki dan dia dimasukan ke rumah sakit jiwa. Sampai sekarang dia masih disana.

Tapi sebenarnya tadi itu bukan hal yang paling akhir yang kudengar dari Elizabeth. Aku menjenguknya sekali sekitar sebulan setelah... kejadian itu. Raganya masih sama, akan tetapi jiwanya sudah bukan elizabeth lagi. Dia duduk disana dan hanya menatapku, masih dengan senyum tipisnya yang hampa, matanya yang tinggal satu mengikuti setiap gerakanku. Aku mencoba berbicara padanya. Aku ingin meminta maaf atas apa yang tak ku ketahui. Dia tak merespon, hanya duduk disana dan tersenyum. Aku tidak berada di sana cukup lama, tak ada gunanya juga. Dia menunggu sampai aku beranjak mendekati pintu keluar sebelum dia berbicara. Semacam peringatan atau mungkin itu cara dia menunjukan bahwa aku juga harus bertanggung jawab? Walaupun aku tak terlalu menghiraukannya, aku masih terus mendengar senandung kekanak kanakannya menggema berulang ulang di dalam kepalaku,

"Pepohonan... Pepohonan... Mereka datang dari pepohonan...
Mereka menginginkanmu, tapi mereka mendapatkanku..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar